Rabu, 20 Juni 2012

K E Y A K I N A N

Sudah kali kesekian aku menjalani sesuatu yang penting dalam hidupku tanpa didasari keyakinan. Bolehkah sekarang aku menentukan untuk menjalani apa yang kuyakini????

Mengapa ini terasa menakutkan ketika keyakinanku bertentangan dengan keinginan orang yang dengan keyakinanku ini aku ingin bahagiakan mereka…?

Mengapa saat aku mengambil jalan yang ingin kuyakini aku merasa begitu sendirian….??. Sebersit ragu beberapa kali berkelebat dihadapanku, segudang tanya membuncah kerap menggerus ketidakberdayaanku. Akankah apa yang kuyakini inibisa menjanjikan bukti kelak?

Ya Tuhan…. kali ini berilah hamba keyakinan yang benar, berilah ujung yang indah atas keinginan orang-orang yang telah berperan besar dalam kehidupanku agar terwujud..

Sabtu, 05 Mei 2012


          Suatu hari keledai milik seorang petani jatuh ke dalam sumur. Hewan itu menangis sangat memilukan selama berjam-jam, sementara si petani tidak tahu apa yang harus dia lakukan untuk menyelamatkan keledai tersebut. Segala upaya telah dicoba untuk mengangkat keledai itu dari dalam sumur, tetapi tidak membuahkan hasil.

          Akhirnya setelah berdiskusi dengan saudaranya diperoleh kesimpulan untuk membiarkan saja keledai itu di dalam sumur untuk selanjutnya ditimbun. Alasannya, hewan tersebut sudah tua dan tidak terlalu berguna lagi jika ditolong. Di pihak lain, sumur itu sendiri juga sebenarnya kurang produktif. Dengan demikian, menutup sumur bersama dengan keledainya merupakan keputusan yang tepat.

         Lalu ia mengajak tetangga-tetangganya untuk datang membantu. Mereka datang dengan membawa sekop, cangkul, dan peralatan lainnya lalu mulai menimbun tanah kedalam sumur. Pada mulanya, ketika si keledai menyadari apa yang sedang terjadi, dia menangis penuh kengerian. Namun, lama kelamaan semua orang menjadi takjub ketika si keledai menjadi diam dan tidak berteriak lagi.

Minggu, 29 April 2012

TEMBOK KAMARKU



(Koleksi 06 Febuari 2001)

Detak jam dinding terasa nyaring berbunyi
Kutebar pandang garis menerawang
Putih terbalut cat tipis dinding kamarku
Tiga bercak noda masih nyata disitu.

Aku tlah lalai menjaga keputihannya
Aku tlah lupa menjaga kesuciannya
Kini tembokku tlah bernoda
Tembokku tak lagi putih
Bentengku tak lagi kukuh suci
Batasku kini tiada indah lagi

Kupandang…..
Sesal selalu terbawa kemudian
Tak ada air mata
Tak ada rintihan tangis
Karna aku tak lagi bisa menangis
Aku tak bisa bicara
Diamku melindungi
Tatapku lebih berseribu arti.

Usiaku saat itu kira-kira 19 tahun. Masih di tahun pertamaku kuliah diluar kota. Pertama kalinya aku harus menghadapi kehidupan jauh dari rumah dan dari orang-orang terdekat. Jadi, saat-saat berlibur amat sangat aku rindukan. Aku selalu rindu pada kamarku. Dimana dulu setiap saat aku habiskan banyak waktu disana untuk membaca atau membuat cerpen dan puisi.
Suatu malam saat berada dikamar, aku menemukan cat air sisa pelajaran Seni Rupa saat SMU. Iseng, aku memainkannya, memencet tube nya…dan akhirnya isi cat air itu memuncrat ke tembok kamarku. Segera aku membersihkannya dengan kain lap, kubasahi juga dengan air namun noda itu tetap ada ditembok. Akhirnya setiap kali aku masuk kamar, aku selalu terganggu dengan bercak-bercak noda itu. Aku menyesal sekali telah mengotorinya, membuatnya tidak lagi indah dipandang mata.
Pada akhirnya, noda-noda itu membawaku pada perenungan tentang hidup yang tengah aku jalani. Tentang konflik batin yang tengah aku alami dalam sebuah rasa kecewa terhadap diri sendiri. Dari mulai aku tumbuh remaja, aku bukanlah gadis yang extrovert. Aku cenderung menutup diri dan selalu berhati-hati dalam berbicara ataupun bertindak. Aku memegang teguh prinsip yang pantang untuk aku langgar. Namun, pada awal menuju kedewasaanku, aku mulai berontak terhadap prinsip-prinsip itu. Jiwa remajaku saat itu memberontak, ingin melakukan apa yang aku mau tanpa harus perduli dengan segala prinsip itu. Dan akhirnya aku kalah. Aku merasa tidak lagi menjadi orang yang baik.. Aku telah kalah oleh nafsuku untuk tidak lagi perduli dengan anggapan orang lain.  Aku menyesali dengan yang terjadi. Namun bagaimanapun itu telah menjadi noda pertama dalam hidupku. Keluar dari jalurku. Dan kugambarkan bahwa meskipun dalam diamku, sesungguhnya aku menyesali semua itu.